Kamis, 23 April 2015

Desa Penglipuran Bangli







Bali tidak hanya memiliki pantai yang indah dan untuk anda kunjungi, karena Bali masih mempunyai beragam tempat wisata yang siap memanjakan mata anda. Apabila anda berlibur ke Bali, tidak ada salahnya anda berkunjung ke Desa Penglipuran Bangli. 

Penglipuran adalah sebuah desa yang menjadi ikon desa wisata di Bali, Desa wisata ini memang menjadi tujuan favorit wisatawan domestik maupun asing. Penglipuran berlokasi di Kelurahan Kubu,Kecamatan Bangli,Kabupaten Bangli,Bali dan berjarak 45km dari Denpasar. Hanya dengan membayar Rp.7500 bagi WNI dan Rp.50.000 bagi WNA, anda sudah bisa memanjakan mata anda dengan pesona desa Penglipuran.
Memasuki wilayah Penglipuran ada batas desa yang disebut Catus Pata, disini terdapat ruang terbuka seperti pertamanan, balai Desa yang menyambut kedatangan anda. Memasuki gapura suasana asri akan terlihat, kiri-kanan jalan ditanami rumput dan bunga, Jejeran rumah berpetak-petak, dan saling berhadapan di antara ruas jalan, dengan luas yang sama berbaris rapi, antara rumah yang satu dengan rumah yang lainnya terhubung dengan sebuah pintu untuk bisa saling akses, tidak ada kekhawatiran adanya kehilangan, angkul-angkul / pintu masuk yang sama persis di buat agak sempit agar sepeda motor tidak bisa masuk, kendaraan tidak ada yang lalu lalang di areal rumah tradisional ini.

Di desa inilah  rumah tradisional Bali asli yang bisa ditemukan, tertata dan terpelihara dengan sangat baik sampai sekarang ini. Ditengah modernisasi laju ilmu dan tekhnologi yang begitu pesat warga di Penglipuran masih bisa menjaga tatanan warisan budaya dari leluhur mereka. Rumah-rumah mereka dibuat persis sama antara satu dengan yang lainnya, bahan yang sama, seperti tembok,  atau penyengker dari tanah dan juga atap dari bambu. Bambu di sini tumbuh subur dan dijaga untuk kepentingan pembuatan rumah, untuk upacara kematian.
Pemberian nama penglipuran memang sangat tepat, karena kata penglipuran berarti penghibur, yang cocok sebagai tempat relaksasi dan beristirahat. Menurut cerita zaman dahulu, raja-raja sengaja datang ke Penglipuran untuk beristirahat karena suasananya tenang dan damai. Nama Penglipuran juga berasal dari kata Pengeling Pura yang berarti tempat suci untuk mengingat leluhur.
Mata pencaharian penduduk setempat adalah bertani, di pagi hari mereka beraktifitas di lahan pertanian dan di sore hari mereka duduk di depan rumah berinteraksi dengan penduduk lainnya.

Tradisi Pemakaman Unik Desa Trunyan







Desa Trunyan adalah salah satu aset wisata dari Kabupaten Bangli,Bali. Desa ini memiliki tradisi pemakaman yang sangat unik dan sudah sangat terkenal yang menjadi daya tarik wisatawan lokal maupun mancanegara . Trunyan adalah salah satu desa yang terletak di pinggir Danau Batur, Kecamatan Kintamani,Bangli, Bali. Desa Trunyan memiliki tradisi unik yang dilakukan masyarakat sejak dahulu hingga sekarang, yaitu Desa Adat Trunyan memiliki aturan mengenai tatacara penguburan mayat bagi warganya. Di desa ini dibedakan menjadi tiga jenis kuburan bagi tiga jenis kematian.

Apabila seorang warga Trunyan meninggal secara wajar maka mayatnya akan di tutupi kain putih,diupacarai, kemudian mayatnya diletakkan tanpa dikubur di bawah pohon besar bernama pohon Taru Menyan dan betempat yang bernama Sema Wayah dan mayat akan diantar menuju Sema Wayah menggunakan boat. Namun, apabila penyebab kematiannya tidak wajar misalnya karena kecelakaan,bunuh diri, atau dibunuh orang, mayatnya akan diletakkan di lokasi yang bernama Sema Bantas. Sedangkan untuk mengubur bayi dan anak kecil atau warga yan sudah dewasa tapi belum menikah mayatnya akan diletakkan di lokasi yang bernama Sema Muda.
Di Bali mayat biasanya dibakar atau dikubur, dan perbedaan inilah yang membuat tradisi desa Trunyan sangat unik karena jenazah diletakkan hingga membusuk tetapi tidak . Posisi jenazah berjejer bersanding dengan jenazah lainnya, jenazah tersebut masih lengkap dengan kain yang sebagai pelindung tubuh sewaktu prosesi dan hanya tampah wajahnya dari celah-celah bambu atau yang disebut dengan Ancak Saji. Ancak saji adalah anyaman bambu berbentuk segitiga sama kaki yang berfungsi untuk melindungi jenazah dari binatang buas.
Untuk berkunjung ke Desa Trunyan penyunjung bisa melalui jalur darat dengan waktu 45 menit dari penelokan, atau pengunjung juga bisa melalui akses dermaga di Kedisan dengan menggunakan boat yang telah disiapkan. Untuk menjangkau kuburan Trunyan atau Sema Wayah, pengunjung dapat melalui dua cara, yakni lewat Pelabuhan Kedisan dan lewat Desa Trunyan.
Apabila lewat Desa Trunyan, pengunjung hanya menjangkau sekitar 15 menit perjalanan boat menyusuri pinggir Danau Batur. Jika lewat dermaga, pengunjung bisa menempuh perjalanan boat sekitar 45 menit menyeberangi Danau Batur. Pengunjung dapat menyiapkan uang Rp 500.000 pulang-pergi sekali carter, biasanya sudah satu paket dengan jasa pemandu. Perahu sampan juga tersedia, cocok buat wisatawan yang berpasangan.
Berkunjung ke Trunyan bisa dijadikan satu paket tur ketika Anda sedang berkunjung ke Kintamani dan Danau Batur. Dari setiap sudut mana pun, Gunung Batur akan  menyajikan daya pesonanya yang menyimpan tradisi unik. Kesibukan masyarakat mencari ikan dan mengurus keramba ikan adalah pekerjaan sehari-hari penduduk lokal di sana.

Selasa, 17 Maret 2015

MAKANAN DAN MINUMAN KHAS KABUPATEN KARANGASEM



TUGAS TIK
MAKANAN DAN MINUMAN KHAS KABUPATEN KARANGASEM





Oleh :
Ni Kadek Diah Sri Widari
Kelas : XI PSIA 2
Nomor : 08







SMA N 1 AMLAPURA
TAHUN AJARAN 2012/2013

MAKANAN DAN MINUMAN KHAS KARANGASEM

Kabupaten Karangasem memiliki beberapa makanan dan minuman khas yang terkenal di Bali. Makanan khas karangasem yaitu diantaranya nasi sela, blayag. Dan minuman khas karangasem yaitu tuak dan wine salak.
Keistimewaan menu blayag Karangasem adalah menggunakan sayur urapan, plecing kacang panjang yang semua pengolahannya dengan tata cara dan cita rasa Karangasem. Ada sate ayam serapah yang lembut, ditambah bumbu santan kental yang nikmat. Sensasi rasa sate yang lembut menyatu dengan tipat blayag yang khas. Belum lagi sentuhan daging ayam tumbuk, sambal goreng tempe , telur, sambal mentah khas Karangasem, serta racikan kuah dengan bumbu khas mampu membuat menu blayag menjadi spesial. Menu dan cita rasa spesial ini menjadikan blayag menjadi istimewa di antara menu tradisional dari kabupaten lainnya. Khususnya daging ayam tumbuknya, karena daerah luar hanya menggunakan daging ayam sisit.
Selain blayag, karangasem juga memiliki makanan khas lainnya yang tidak kalah istimewa yaitu nasi sela. Nasi sela adalah campuran nasi putih dan cacahan ubi berukuran kecil. Nasi jenis ini, populer di Bali pada tahun –tahun sebelum 1970-an. Itu karena pada saat tersebut beras sangat langka di Bali sehingga harus dicamput dengan ubi, gaplek atau bahan makanan lainnya untuk menambah volume. Sekarang, makanan jenis ini menjadi kelangenan yang asyik. Apalagi beberapa warung di Bali kini menyajikannya dengan pasangan yang serasi,.nasi séla yang mulanya merupakan makanan pertahanan di masa krisis,menjadi hidangan yang begitu memanjakan selera. Untuk menambah keistimewaannya, nasi sela sangat bagus disuguhkan dengan lauk ayam betutu, urab sayur kacang panjang berisi timun dan kacang merah, pindang tongkol, pesan celengis, sambel matah, sambal teri, dan sate kulit ayam. Semuanya diolah dengan bumbu khas Bali yang didominasi rasa terasi dan bebungkilan (kencur, laos, kunyit, jahe,bawang putih). Dalam racikan  khas Karangasem menjadikan rasa bumbu menyatu dengan sayur, ikan dan daging membuat rasa ubi yang tercampur dalam nasi luluh.
Makanan khas lainnya yaitu sate lilit. Makanan berupa sate tidak selalu daging yang disayat atau dipotong-potong lalu ditusuk sebelum dibakar. Begitu pula untuk sate lilit yang merupakan santapan khas Kabupaten Karangasem, Bali. Bahan dasar sate ini adalah ikan laut berukuran besar, seperti tuna. Daging ikan ini dilembutkan dan diberi bumbu, santan, serta parutan kelapa. Ketika bumbu sudah menyatu dengan ikan, sate mulai bisa dibentuk dengan mengepal daging ikan memanjang di tusuk sate. Sate lilit dibakar dan siap dinikmati bersama sepiring tupat, semangkuk sup ikan, dan plecing kangkung. Rasanya sedikit pedas dan aroma khasnya ketika dibakar menggugah selera. Membakarnya menggunakan arang batok kelapa, bukan arang kayu agar rasanya lebih nikmat. Sementara pasangan makanannya adalah tipat, sebutan nasi ketupat di Pulau Dewata. Sedangkan plecing kangkung adalah rebusan kangkung yang diberi ulekan sambal cabai tomat mentah dan taburan kacang tanah goreng. Sedangkan sup ikan berkuah bening dengan kaldu ikan. Kekhasan ulenan sate lilit adalah ulekan bumbu-bumbu yang terdiri dari kunyit, kencur, pala, gula aren, sereh, dan minyak kelapa. Selesai diuleni, paling baik daging ikan didiamkan sampai bumbu benar-benar menyatu dengan daging ikan yang sudah ditumbuk halus. Makanan ikan khas Karangasem bukan hanya sate lilit. Ada pula sate tusuk. Bedanya, ikan pada sate tusuk hanya dipotong-potong tanpa dihaluskan dan bumbunya tidak dicampur santan serta parutan kelapa.
            Selain memiliki beragam makanan khas, Karangasem juga memiliki minuman khas yaitu tuak. Tuak dibuat dari sadapan air bunga pohon jake (enau), nyuh (kelapa), dan ental (lontar/siwalan). Dari sana muncul istilah tuak jake, tuak nyuh dan tuak ental. Tuak jake banyak dibuat di Tenganan, Gumung dan Bebandem. Tuak Nyuh dibuat di daerah yang banyak pohon kelapanya, seperti Pikat, Pidpid, Gunaksa. Sedangkan tuak ental dikenal di daerah yang banyak ditumbuhi pohon ental, seperti Merita, Culik, Tianyar, Kubu. Tuak jake lebih terasa enak, bersifat netral, proses dalam tubuh cepat dan sering kencing.  Tuak Nyuh kadar alkoholnya lebih keras dari tuak jake, peminum umumnya cepat merasa pusing. Sedangkan tuak ental lebih berat kadar alkoholnya dibanding tuak nyuh, rasanya lebih gurih, cepat membuat mabuk. Secara umum orang-orang Karangasem lebih menggemari tuak jake. Proses membuat tuak jake sangat lama, bisa memakan waktu sampai 21 hari. Dimulai dari ngayunan, bunga jake diayun-ayun sampai satu jam. Kemudian dilanjutkan dengan proses notok, batang bunga jake dipukul-pukul berulang-ulang setiap hari selama satu jam dan berlangsung sampai dua minggu. Setelah dirasa cukup umur, maka dilanjutkan dengan nimpagang, mengiris batang bunga dan mengecek ada air atau tidak pada bunga jake itu. Kemudian dilanjutkan dengan nadah, batang bunga jake disadap dengan brengkong, wadah yang dibuat dari pelepah pohon pinang. Satu batang bunga jake bisa menghasilkan satu brengkong setiap kali menurunkan tuak yang dilakukan dua kali dalam sehari, yakni pagi dan sore. Terkadang  dalam sehari bisa mendapatkan dua jerigen (isi 8 botol) tuak. Dan satu pohon jake bisa menghasilkan tuak hingga tiga bulan. Pada prinsipnya proses mencari tuak nyuh dan ental hampir sama dengan tuak jake. Tuak yang baru turun dari pohonnya akan terasa manis. Maka untuk membuat rasanya lebih gurih, tuak dicampur dengan ramuan khusus yang disebut lau. Secara umum lau berpengaruh pada rasa dan kadar alkohol tuak. Lau yang paling bagus diolah dari babakan (serbuk) kayu pohon kutat dicampur dengan serbuk kulit pohon cabe tabia bun. Kalau cara mengolah lau kurang pas, maka tuak akan terasa kecing atau masam.
Berbeda dengan arak, tuak tidak berumur panjang. Tuak paling enak diminum ketika baru diturunkan dari pohonnya. Orang Karangasem mengenal rasa tuak yang nasak badung, rasanya lebih tawar dan agak masam, namun masih bisa diminum. Ada tuak yang rasanya lebih netral, tidak terlalu tua dan tidak terlalu masam, dan masih enak untuk diminum. Tuak jenis ini disebut semedah. Tuak wayah adalah tuak yang telah tersimpan satu sampai dua hari. Kalau tuak telah tersimpan dua sampai tiga hari disebut tuak bayu. Dan tuak yang tersimpan lebih dari tiga hari akan menjadi cuka. Di Karangasem, alat untuk menampung atau minum tuak bermacam-macam jenisnya. Untuk menampung tuak dari pohonnya dipakai brengkong dan kele (bumbung bambu ukuran besar dan panjang). Sebelum morong populer, dahulu orang menyimpan tuak menggunakan cekel, bumbung bambu agak besar lengkap dengan tutupnya dan di ujung atasnya terdapat saluran yang dibuat dari buluh bambu kecil. Agak mirip dengan cekel disebut ganjreng dimana saluran tuaknya terletak di bawah/dasar wadah. Untuk tempat minum tuak dipakai bumbung (gelas bambu ukuran sedang, setara dengan gelas jus), dasar (cawan dari kau atau batok kelapa), dan beruk (cawan ukuran sedang dari kau atau batok kelapa). Nama wadah tuak ini sering berbeda-beda di tempat lainnya di Bali. Sekarang, untuk kepraktisan, wadah tuak tradisional itu diganti dengan jerigen, morong, botol dan gelas.              
Minuman khas Karangasem lainnya yaitu wine salak. minuman khas ini diproduksi  untuk wisatawan asing dan diharapkan menjadi menjadi minuman berkelas di hotel dan restoran bertaraf internasinal yang bertebaran di daerah pariwisata Bali. Minuman khas yang diproduksi dari salak Bali tersebut, diproduksi menggunakan mesin yang didatangkan dari Australia dan ditambah lagi pada tahun anggaran 2010,
Adanya mesin pengolahan yang jumlahnya memadai, masyarakat yakin akan mampu menyediakan skala minuman berkelas dengan produksi konstan dan cara itu akan mampu memenuhi permintaan konsumen, terutama turis asing yang berlibur di Bali.
Adanya pengolahan salak menjadi minuman akan mampu menjaga harga hasil perkebunan rakyat itu menjadi stabil, yakni sekitar Rp5.000/kg tidak seperti saat petani panen raya harga salak hanya Rp500/kg

DAFTAR PUSTAKA
http://beritadaerah.com/berita/bali/10295
http://e-kuta.com/blog/budaya-bali/tradisi-metuakan-di-karangasem.htm http://bisnisbali.com/2010/06/26/news/profil/x.html                                         http://www.jalan-jalan-bali.com/2009/06/nasi-sela-karangasem.html



TUGAS TIK
MAKANAN DAN MINUMAN KHAS KABUPATEN KARANGASEM





Oleh :
Ni Kadek Diah Sri Widari
Kelas : XI PSIA 2
Nomor : 08







SMA N 1 AMLAPURA
TAHUN AJARAN 2012/2013

MAKANAN DAN MINUMAN KHAS KARANGASEM

Kabupaten Karangasem memiliki beberapa makanan dan minuman khas yang terkenal di Bali. Makanan khas karangasem yaitu diantaranya nasi sela, blayag. Dan minuman khas karangasem yaitu tuak dan wine salak.
Keistimewaan menu blayag Karangasem adalah menggunakan sayur urapan, plecing kacang panjang yang semua pengolahannya dengan tata cara dan cita rasa Karangasem. Ada sate ayam serapah yang lembut, ditambah bumbu santan kental yang nikmat. Sensasi rasa sate yang lembut menyatu dengan tipat blayag yang khas. Belum lagi sentuhan daging ayam tumbuk, sambal goreng tempe , telur, sambal mentah khas Karangasem, serta racikan kuah dengan bumbu khas mampu membuat menu blayag menjadi spesial. Menu dan cita rasa spesial ini menjadikan blayag menjadi istimewa di antara menu tradisional dari kabupaten lainnya. Khususnya daging ayam tumbuknya, karena daerah luar hanya menggunakan daging ayam sisit.
Selain blayag, karangasem juga memiliki makanan khas lainnya yang tidak kalah istimewa yaitu nasi sela. Nasi sela adalah campuran nasi putih dan cacahan ubi berukuran kecil. Nasi jenis ini, populer di Bali pada tahun –tahun sebelum 1970-an. Itu karena pada saat tersebut beras sangat langka di Bali sehingga harus dicamput dengan ubi, gaplek atau bahan makanan lainnya untuk menambah volume. Sekarang, makanan jenis ini menjadi kelangenan yang asyik. Apalagi beberapa warung di Bali kini menyajikannya dengan pasangan yang serasi,.nasi séla yang mulanya merupakan makanan pertahanan di masa krisis,menjadi hidangan yang begitu memanjakan selera. Untuk menambah keistimewaannya, nasi sela sangat bagus disuguhkan dengan lauk ayam betutu, urab sayur kacang panjang berisi timun dan kacang merah, pindang tongkol, pesan celengis, sambel matah, sambal teri, dan sate kulit ayam. Semuanya diolah dengan bumbu khas Bali yang didominasi rasa terasi dan bebungkilan (kencur, laos, kunyit, jahe,bawang putih). Dalam racikan  khas Karangasem menjadikan rasa bumbu menyatu dengan sayur, ikan dan daging membuat rasa ubi yang tercampur dalam nasi luluh.
Makanan khas lainnya yaitu sate lilit. Makanan berupa sate tidak selalu daging yang disayat atau dipotong-potong lalu ditusuk sebelum dibakar. Begitu pula untuk sate lilit yang merupakan santapan khas Kabupaten Karangasem, Bali. Bahan dasar sate ini adalah ikan laut berukuran besar, seperti tuna. Daging ikan ini dilembutkan dan diberi bumbu, santan, serta parutan kelapa. Ketika bumbu sudah menyatu dengan ikan, sate mulai bisa dibentuk dengan mengepal daging ikan memanjang di tusuk sate. Sate lilit dibakar dan siap dinikmati bersama sepiring tupat, semangkuk sup ikan, dan plecing kangkung. Rasanya sedikit pedas dan aroma khasnya ketika dibakar menggugah selera. Membakarnya menggunakan arang batok kelapa, bukan arang kayu agar rasanya lebih nikmat. Sementara pasangan makanannya adalah tipat, sebutan nasi ketupat di Pulau Dewata. Sedangkan plecing kangkung adalah rebusan kangkung yang diberi ulekan sambal cabai tomat mentah dan taburan kacang tanah goreng. Sedangkan sup ikan berkuah bening dengan kaldu ikan. Kekhasan ulenan sate lilit adalah ulekan bumbu-bumbu yang terdiri dari kunyit, kencur, pala, gula aren, sereh, dan minyak kelapa. Selesai diuleni, paling baik daging ikan didiamkan sampai bumbu benar-benar menyatu dengan daging ikan yang sudah ditumbuk halus. Makanan ikan khas Karangasem bukan hanya sate lilit. Ada pula sate tusuk. Bedanya, ikan pada sate tusuk hanya dipotong-potong tanpa dihaluskan dan bumbunya tidak dicampur santan serta parutan kelapa.
            Selain memiliki beragam makanan khas, Karangasem juga memiliki minuman khas yaitu tuak. Tuak dibuat dari sadapan air bunga pohon jake (enau), nyuh (kelapa), dan ental (lontar/siwalan). Dari sana muncul istilah tuak jake, tuak nyuh dan tuak ental. Tuak jake banyak dibuat di Tenganan, Gumung dan Bebandem. Tuak Nyuh dibuat di daerah yang banyak pohon kelapanya, seperti Pikat, Pidpid, Gunaksa. Sedangkan tuak ental dikenal di daerah yang banyak ditumbuhi pohon ental, seperti Merita, Culik, Tianyar, Kubu. Tuak jake lebih terasa enak, bersifat netral, proses dalam tubuh cepat dan sering kencing.  Tuak Nyuh kadar alkoholnya lebih keras dari tuak jake, peminum umumnya cepat merasa pusing. Sedangkan tuak ental lebih berat kadar alkoholnya dibanding tuak nyuh, rasanya lebih gurih, cepat membuat mabuk. Secara umum orang-orang Karangasem lebih menggemari tuak jake. Proses membuat tuak jake sangat lama, bisa memakan waktu sampai 21 hari. Dimulai dari ngayunan, bunga jake diayun-ayun sampai satu jam. Kemudian dilanjutkan dengan proses notok, batang bunga jake dipukul-pukul berulang-ulang setiap hari selama satu jam dan berlangsung sampai dua minggu. Setelah dirasa cukup umur, maka dilanjutkan dengan nimpagang, mengiris batang bunga dan mengecek ada air atau tidak pada bunga jake itu. Kemudian dilanjutkan dengan nadah, batang bunga jake disadap dengan brengkong, wadah yang dibuat dari pelepah pohon pinang. Satu batang bunga jake bisa menghasilkan satu brengkong setiap kali menurunkan tuak yang dilakukan dua kali dalam sehari, yakni pagi dan sore. Terkadang  dalam sehari bisa mendapatkan dua jerigen (isi 8 botol) tuak. Dan satu pohon jake bisa menghasilkan tuak hingga tiga bulan. Pada prinsipnya proses mencari tuak nyuh dan ental hampir sama dengan tuak jake. Tuak yang baru turun dari pohonnya akan terasa manis. Maka untuk membuat rasanya lebih gurih, tuak dicampur dengan ramuan khusus yang disebut lau. Secara umum lau berpengaruh pada rasa dan kadar alkohol tuak. Lau yang paling bagus diolah dari babakan (serbuk) kayu pohon kutat dicampur dengan serbuk kulit pohon cabe tabia bun. Kalau cara mengolah lau kurang pas, maka tuak akan terasa kecing atau masam.
Berbeda dengan arak, tuak tidak berumur panjang. Tuak paling enak diminum ketika baru diturunkan dari pohonnya. Orang Karangasem mengenal rasa tuak yang nasak badung, rasanya lebih tawar dan agak masam, namun masih bisa diminum. Ada tuak yang rasanya lebih netral, tidak terlalu tua dan tidak terlalu masam, dan masih enak untuk diminum. Tuak jenis ini disebut semedah. Tuak wayah adalah tuak yang telah tersimpan satu sampai dua hari. Kalau tuak telah tersimpan dua sampai tiga hari disebut tuak bayu. Dan tuak yang tersimpan lebih dari tiga hari akan menjadi cuka. Di Karangasem, alat untuk menampung atau minum tuak bermacam-macam jenisnya. Untuk menampung tuak dari pohonnya dipakai brengkong dan kele (bumbung bambu ukuran besar dan panjang). Sebelum morong populer, dahulu orang menyimpan tuak menggunakan cekel, bumbung bambu agak besar lengkap dengan tutupnya dan di ujung atasnya terdapat saluran yang dibuat dari buluh bambu kecil. Agak mirip dengan cekel disebut ganjreng dimana saluran tuaknya terletak di bawah/dasar wadah. Untuk tempat minum tuak dipakai bumbung (gelas bambu ukuran sedang, setara dengan gelas jus), dasar (cawan dari kau atau batok kelapa), dan beruk (cawan ukuran sedang dari kau atau batok kelapa). Nama wadah tuak ini sering berbeda-beda di tempat lainnya di Bali. Sekarang, untuk kepraktisan, wadah tuak tradisional itu diganti dengan jerigen, morong, botol dan gelas.              
Minuman khas Karangasem lainnya yaitu wine salak. minuman khas ini diproduksi  untuk wisatawan asing dan diharapkan menjadi menjadi minuman berkelas di hotel dan restoran bertaraf internasinal yang bertebaran di daerah pariwisata Bali. Minuman khas yang diproduksi dari salak Bali tersebut, diproduksi menggunakan mesin yang didatangkan dari Australia dan ditambah lagi pada tahun anggaran 2010,
Adanya mesin pengolahan yang jumlahnya memadai, masyarakat yakin akan mampu menyediakan skala minuman berkelas dengan produksi konstan dan cara itu akan mampu memenuhi permintaan konsumen, terutama turis asing yang berlibur di Bali.
Adanya pengolahan salak menjadi minuman akan mampu menjaga harga hasil perkebunan rakyat itu menjadi stabil, yakni sekitar Rp5.000/kg tidak seperti saat petani panen raya harga salak hanya Rp500/kg

DAFTAR PUSTAKA
http://beritadaerah.com/berita/bali/10295
http://e-kuta.com/blog/budaya-bali/tradisi-metuakan-di-karangasem.htm http://bisnisbali.com/2010/06/26/news/profil/x.html                                         http://www.jalan-jalan-bali.com/2009/06/nasi-sela-karangasem.html