Selasa, 17 Maret 2015

MAKANAN DAN MINUMAN KHAS KABUPATEN KARANGASEM



TUGAS TIK
MAKANAN DAN MINUMAN KHAS KABUPATEN KARANGASEM





Oleh :
Ni Kadek Diah Sri Widari
Kelas : XI PSIA 2
Nomor : 08







SMA N 1 AMLAPURA
TAHUN AJARAN 2012/2013

MAKANAN DAN MINUMAN KHAS KARANGASEM

Kabupaten Karangasem memiliki beberapa makanan dan minuman khas yang terkenal di Bali. Makanan khas karangasem yaitu diantaranya nasi sela, blayag. Dan minuman khas karangasem yaitu tuak dan wine salak.
Keistimewaan menu blayag Karangasem adalah menggunakan sayur urapan, plecing kacang panjang yang semua pengolahannya dengan tata cara dan cita rasa Karangasem. Ada sate ayam serapah yang lembut, ditambah bumbu santan kental yang nikmat. Sensasi rasa sate yang lembut menyatu dengan tipat blayag yang khas. Belum lagi sentuhan daging ayam tumbuk, sambal goreng tempe , telur, sambal mentah khas Karangasem, serta racikan kuah dengan bumbu khas mampu membuat menu blayag menjadi spesial. Menu dan cita rasa spesial ini menjadikan blayag menjadi istimewa di antara menu tradisional dari kabupaten lainnya. Khususnya daging ayam tumbuknya, karena daerah luar hanya menggunakan daging ayam sisit.
Selain blayag, karangasem juga memiliki makanan khas lainnya yang tidak kalah istimewa yaitu nasi sela. Nasi sela adalah campuran nasi putih dan cacahan ubi berukuran kecil. Nasi jenis ini, populer di Bali pada tahun –tahun sebelum 1970-an. Itu karena pada saat tersebut beras sangat langka di Bali sehingga harus dicamput dengan ubi, gaplek atau bahan makanan lainnya untuk menambah volume. Sekarang, makanan jenis ini menjadi kelangenan yang asyik. Apalagi beberapa warung di Bali kini menyajikannya dengan pasangan yang serasi,.nasi séla yang mulanya merupakan makanan pertahanan di masa krisis,menjadi hidangan yang begitu memanjakan selera. Untuk menambah keistimewaannya, nasi sela sangat bagus disuguhkan dengan lauk ayam betutu, urab sayur kacang panjang berisi timun dan kacang merah, pindang tongkol, pesan celengis, sambel matah, sambal teri, dan sate kulit ayam. Semuanya diolah dengan bumbu khas Bali yang didominasi rasa terasi dan bebungkilan (kencur, laos, kunyit, jahe,bawang putih). Dalam racikan  khas Karangasem menjadikan rasa bumbu menyatu dengan sayur, ikan dan daging membuat rasa ubi yang tercampur dalam nasi luluh.
Makanan khas lainnya yaitu sate lilit. Makanan berupa sate tidak selalu daging yang disayat atau dipotong-potong lalu ditusuk sebelum dibakar. Begitu pula untuk sate lilit yang merupakan santapan khas Kabupaten Karangasem, Bali. Bahan dasar sate ini adalah ikan laut berukuran besar, seperti tuna. Daging ikan ini dilembutkan dan diberi bumbu, santan, serta parutan kelapa. Ketika bumbu sudah menyatu dengan ikan, sate mulai bisa dibentuk dengan mengepal daging ikan memanjang di tusuk sate. Sate lilit dibakar dan siap dinikmati bersama sepiring tupat, semangkuk sup ikan, dan plecing kangkung. Rasanya sedikit pedas dan aroma khasnya ketika dibakar menggugah selera. Membakarnya menggunakan arang batok kelapa, bukan arang kayu agar rasanya lebih nikmat. Sementara pasangan makanannya adalah tipat, sebutan nasi ketupat di Pulau Dewata. Sedangkan plecing kangkung adalah rebusan kangkung yang diberi ulekan sambal cabai tomat mentah dan taburan kacang tanah goreng. Sedangkan sup ikan berkuah bening dengan kaldu ikan. Kekhasan ulenan sate lilit adalah ulekan bumbu-bumbu yang terdiri dari kunyit, kencur, pala, gula aren, sereh, dan minyak kelapa. Selesai diuleni, paling baik daging ikan didiamkan sampai bumbu benar-benar menyatu dengan daging ikan yang sudah ditumbuk halus. Makanan ikan khas Karangasem bukan hanya sate lilit. Ada pula sate tusuk. Bedanya, ikan pada sate tusuk hanya dipotong-potong tanpa dihaluskan dan bumbunya tidak dicampur santan serta parutan kelapa.
            Selain memiliki beragam makanan khas, Karangasem juga memiliki minuman khas yaitu tuak. Tuak dibuat dari sadapan air bunga pohon jake (enau), nyuh (kelapa), dan ental (lontar/siwalan). Dari sana muncul istilah tuak jake, tuak nyuh dan tuak ental. Tuak jake banyak dibuat di Tenganan, Gumung dan Bebandem. Tuak Nyuh dibuat di daerah yang banyak pohon kelapanya, seperti Pikat, Pidpid, Gunaksa. Sedangkan tuak ental dikenal di daerah yang banyak ditumbuhi pohon ental, seperti Merita, Culik, Tianyar, Kubu. Tuak jake lebih terasa enak, bersifat netral, proses dalam tubuh cepat dan sering kencing.  Tuak Nyuh kadar alkoholnya lebih keras dari tuak jake, peminum umumnya cepat merasa pusing. Sedangkan tuak ental lebih berat kadar alkoholnya dibanding tuak nyuh, rasanya lebih gurih, cepat membuat mabuk. Secara umum orang-orang Karangasem lebih menggemari tuak jake. Proses membuat tuak jake sangat lama, bisa memakan waktu sampai 21 hari. Dimulai dari ngayunan, bunga jake diayun-ayun sampai satu jam. Kemudian dilanjutkan dengan proses notok, batang bunga jake dipukul-pukul berulang-ulang setiap hari selama satu jam dan berlangsung sampai dua minggu. Setelah dirasa cukup umur, maka dilanjutkan dengan nimpagang, mengiris batang bunga dan mengecek ada air atau tidak pada bunga jake itu. Kemudian dilanjutkan dengan nadah, batang bunga jake disadap dengan brengkong, wadah yang dibuat dari pelepah pohon pinang. Satu batang bunga jake bisa menghasilkan satu brengkong setiap kali menurunkan tuak yang dilakukan dua kali dalam sehari, yakni pagi dan sore. Terkadang  dalam sehari bisa mendapatkan dua jerigen (isi 8 botol) tuak. Dan satu pohon jake bisa menghasilkan tuak hingga tiga bulan. Pada prinsipnya proses mencari tuak nyuh dan ental hampir sama dengan tuak jake. Tuak yang baru turun dari pohonnya akan terasa manis. Maka untuk membuat rasanya lebih gurih, tuak dicampur dengan ramuan khusus yang disebut lau. Secara umum lau berpengaruh pada rasa dan kadar alkohol tuak. Lau yang paling bagus diolah dari babakan (serbuk) kayu pohon kutat dicampur dengan serbuk kulit pohon cabe tabia bun. Kalau cara mengolah lau kurang pas, maka tuak akan terasa kecing atau masam.
Berbeda dengan arak, tuak tidak berumur panjang. Tuak paling enak diminum ketika baru diturunkan dari pohonnya. Orang Karangasem mengenal rasa tuak yang nasak badung, rasanya lebih tawar dan agak masam, namun masih bisa diminum. Ada tuak yang rasanya lebih netral, tidak terlalu tua dan tidak terlalu masam, dan masih enak untuk diminum. Tuak jenis ini disebut semedah. Tuak wayah adalah tuak yang telah tersimpan satu sampai dua hari. Kalau tuak telah tersimpan dua sampai tiga hari disebut tuak bayu. Dan tuak yang tersimpan lebih dari tiga hari akan menjadi cuka. Di Karangasem, alat untuk menampung atau minum tuak bermacam-macam jenisnya. Untuk menampung tuak dari pohonnya dipakai brengkong dan kele (bumbung bambu ukuran besar dan panjang). Sebelum morong populer, dahulu orang menyimpan tuak menggunakan cekel, bumbung bambu agak besar lengkap dengan tutupnya dan di ujung atasnya terdapat saluran yang dibuat dari buluh bambu kecil. Agak mirip dengan cekel disebut ganjreng dimana saluran tuaknya terletak di bawah/dasar wadah. Untuk tempat minum tuak dipakai bumbung (gelas bambu ukuran sedang, setara dengan gelas jus), dasar (cawan dari kau atau batok kelapa), dan beruk (cawan ukuran sedang dari kau atau batok kelapa). Nama wadah tuak ini sering berbeda-beda di tempat lainnya di Bali. Sekarang, untuk kepraktisan, wadah tuak tradisional itu diganti dengan jerigen, morong, botol dan gelas.              
Minuman khas Karangasem lainnya yaitu wine salak. minuman khas ini diproduksi  untuk wisatawan asing dan diharapkan menjadi menjadi minuman berkelas di hotel dan restoran bertaraf internasinal yang bertebaran di daerah pariwisata Bali. Minuman khas yang diproduksi dari salak Bali tersebut, diproduksi menggunakan mesin yang didatangkan dari Australia dan ditambah lagi pada tahun anggaran 2010,
Adanya mesin pengolahan yang jumlahnya memadai, masyarakat yakin akan mampu menyediakan skala minuman berkelas dengan produksi konstan dan cara itu akan mampu memenuhi permintaan konsumen, terutama turis asing yang berlibur di Bali.
Adanya pengolahan salak menjadi minuman akan mampu menjaga harga hasil perkebunan rakyat itu menjadi stabil, yakni sekitar Rp5.000/kg tidak seperti saat petani panen raya harga salak hanya Rp500/kg

DAFTAR PUSTAKA
http://beritadaerah.com/berita/bali/10295
http://e-kuta.com/blog/budaya-bali/tradisi-metuakan-di-karangasem.htm http://bisnisbali.com/2010/06/26/news/profil/x.html                                         http://www.jalan-jalan-bali.com/2009/06/nasi-sela-karangasem.html



TUGAS TIK
MAKANAN DAN MINUMAN KHAS KABUPATEN KARANGASEM





Oleh :
Ni Kadek Diah Sri Widari
Kelas : XI PSIA 2
Nomor : 08







SMA N 1 AMLAPURA
TAHUN AJARAN 2012/2013

MAKANAN DAN MINUMAN KHAS KARANGASEM

Kabupaten Karangasem memiliki beberapa makanan dan minuman khas yang terkenal di Bali. Makanan khas karangasem yaitu diantaranya nasi sela, blayag. Dan minuman khas karangasem yaitu tuak dan wine salak.
Keistimewaan menu blayag Karangasem adalah menggunakan sayur urapan, plecing kacang panjang yang semua pengolahannya dengan tata cara dan cita rasa Karangasem. Ada sate ayam serapah yang lembut, ditambah bumbu santan kental yang nikmat. Sensasi rasa sate yang lembut menyatu dengan tipat blayag yang khas. Belum lagi sentuhan daging ayam tumbuk, sambal goreng tempe , telur, sambal mentah khas Karangasem, serta racikan kuah dengan bumbu khas mampu membuat menu blayag menjadi spesial. Menu dan cita rasa spesial ini menjadikan blayag menjadi istimewa di antara menu tradisional dari kabupaten lainnya. Khususnya daging ayam tumbuknya, karena daerah luar hanya menggunakan daging ayam sisit.
Selain blayag, karangasem juga memiliki makanan khas lainnya yang tidak kalah istimewa yaitu nasi sela. Nasi sela adalah campuran nasi putih dan cacahan ubi berukuran kecil. Nasi jenis ini, populer di Bali pada tahun –tahun sebelum 1970-an. Itu karena pada saat tersebut beras sangat langka di Bali sehingga harus dicamput dengan ubi, gaplek atau bahan makanan lainnya untuk menambah volume. Sekarang, makanan jenis ini menjadi kelangenan yang asyik. Apalagi beberapa warung di Bali kini menyajikannya dengan pasangan yang serasi,.nasi séla yang mulanya merupakan makanan pertahanan di masa krisis,menjadi hidangan yang begitu memanjakan selera. Untuk menambah keistimewaannya, nasi sela sangat bagus disuguhkan dengan lauk ayam betutu, urab sayur kacang panjang berisi timun dan kacang merah, pindang tongkol, pesan celengis, sambel matah, sambal teri, dan sate kulit ayam. Semuanya diolah dengan bumbu khas Bali yang didominasi rasa terasi dan bebungkilan (kencur, laos, kunyit, jahe,bawang putih). Dalam racikan  khas Karangasem menjadikan rasa bumbu menyatu dengan sayur, ikan dan daging membuat rasa ubi yang tercampur dalam nasi luluh.
Makanan khas lainnya yaitu sate lilit. Makanan berupa sate tidak selalu daging yang disayat atau dipotong-potong lalu ditusuk sebelum dibakar. Begitu pula untuk sate lilit yang merupakan santapan khas Kabupaten Karangasem, Bali. Bahan dasar sate ini adalah ikan laut berukuran besar, seperti tuna. Daging ikan ini dilembutkan dan diberi bumbu, santan, serta parutan kelapa. Ketika bumbu sudah menyatu dengan ikan, sate mulai bisa dibentuk dengan mengepal daging ikan memanjang di tusuk sate. Sate lilit dibakar dan siap dinikmati bersama sepiring tupat, semangkuk sup ikan, dan plecing kangkung. Rasanya sedikit pedas dan aroma khasnya ketika dibakar menggugah selera. Membakarnya menggunakan arang batok kelapa, bukan arang kayu agar rasanya lebih nikmat. Sementara pasangan makanannya adalah tipat, sebutan nasi ketupat di Pulau Dewata. Sedangkan plecing kangkung adalah rebusan kangkung yang diberi ulekan sambal cabai tomat mentah dan taburan kacang tanah goreng. Sedangkan sup ikan berkuah bening dengan kaldu ikan. Kekhasan ulenan sate lilit adalah ulekan bumbu-bumbu yang terdiri dari kunyit, kencur, pala, gula aren, sereh, dan minyak kelapa. Selesai diuleni, paling baik daging ikan didiamkan sampai bumbu benar-benar menyatu dengan daging ikan yang sudah ditumbuk halus. Makanan ikan khas Karangasem bukan hanya sate lilit. Ada pula sate tusuk. Bedanya, ikan pada sate tusuk hanya dipotong-potong tanpa dihaluskan dan bumbunya tidak dicampur santan serta parutan kelapa.
            Selain memiliki beragam makanan khas, Karangasem juga memiliki minuman khas yaitu tuak. Tuak dibuat dari sadapan air bunga pohon jake (enau), nyuh (kelapa), dan ental (lontar/siwalan). Dari sana muncul istilah tuak jake, tuak nyuh dan tuak ental. Tuak jake banyak dibuat di Tenganan, Gumung dan Bebandem. Tuak Nyuh dibuat di daerah yang banyak pohon kelapanya, seperti Pikat, Pidpid, Gunaksa. Sedangkan tuak ental dikenal di daerah yang banyak ditumbuhi pohon ental, seperti Merita, Culik, Tianyar, Kubu. Tuak jake lebih terasa enak, bersifat netral, proses dalam tubuh cepat dan sering kencing.  Tuak Nyuh kadar alkoholnya lebih keras dari tuak jake, peminum umumnya cepat merasa pusing. Sedangkan tuak ental lebih berat kadar alkoholnya dibanding tuak nyuh, rasanya lebih gurih, cepat membuat mabuk. Secara umum orang-orang Karangasem lebih menggemari tuak jake. Proses membuat tuak jake sangat lama, bisa memakan waktu sampai 21 hari. Dimulai dari ngayunan, bunga jake diayun-ayun sampai satu jam. Kemudian dilanjutkan dengan proses notok, batang bunga jake dipukul-pukul berulang-ulang setiap hari selama satu jam dan berlangsung sampai dua minggu. Setelah dirasa cukup umur, maka dilanjutkan dengan nimpagang, mengiris batang bunga dan mengecek ada air atau tidak pada bunga jake itu. Kemudian dilanjutkan dengan nadah, batang bunga jake disadap dengan brengkong, wadah yang dibuat dari pelepah pohon pinang. Satu batang bunga jake bisa menghasilkan satu brengkong setiap kali menurunkan tuak yang dilakukan dua kali dalam sehari, yakni pagi dan sore. Terkadang  dalam sehari bisa mendapatkan dua jerigen (isi 8 botol) tuak. Dan satu pohon jake bisa menghasilkan tuak hingga tiga bulan. Pada prinsipnya proses mencari tuak nyuh dan ental hampir sama dengan tuak jake. Tuak yang baru turun dari pohonnya akan terasa manis. Maka untuk membuat rasanya lebih gurih, tuak dicampur dengan ramuan khusus yang disebut lau. Secara umum lau berpengaruh pada rasa dan kadar alkohol tuak. Lau yang paling bagus diolah dari babakan (serbuk) kayu pohon kutat dicampur dengan serbuk kulit pohon cabe tabia bun. Kalau cara mengolah lau kurang pas, maka tuak akan terasa kecing atau masam.
Berbeda dengan arak, tuak tidak berumur panjang. Tuak paling enak diminum ketika baru diturunkan dari pohonnya. Orang Karangasem mengenal rasa tuak yang nasak badung, rasanya lebih tawar dan agak masam, namun masih bisa diminum. Ada tuak yang rasanya lebih netral, tidak terlalu tua dan tidak terlalu masam, dan masih enak untuk diminum. Tuak jenis ini disebut semedah. Tuak wayah adalah tuak yang telah tersimpan satu sampai dua hari. Kalau tuak telah tersimpan dua sampai tiga hari disebut tuak bayu. Dan tuak yang tersimpan lebih dari tiga hari akan menjadi cuka. Di Karangasem, alat untuk menampung atau minum tuak bermacam-macam jenisnya. Untuk menampung tuak dari pohonnya dipakai brengkong dan kele (bumbung bambu ukuran besar dan panjang). Sebelum morong populer, dahulu orang menyimpan tuak menggunakan cekel, bumbung bambu agak besar lengkap dengan tutupnya dan di ujung atasnya terdapat saluran yang dibuat dari buluh bambu kecil. Agak mirip dengan cekel disebut ganjreng dimana saluran tuaknya terletak di bawah/dasar wadah. Untuk tempat minum tuak dipakai bumbung (gelas bambu ukuran sedang, setara dengan gelas jus), dasar (cawan dari kau atau batok kelapa), dan beruk (cawan ukuran sedang dari kau atau batok kelapa). Nama wadah tuak ini sering berbeda-beda di tempat lainnya di Bali. Sekarang, untuk kepraktisan, wadah tuak tradisional itu diganti dengan jerigen, morong, botol dan gelas.              
Minuman khas Karangasem lainnya yaitu wine salak. minuman khas ini diproduksi  untuk wisatawan asing dan diharapkan menjadi menjadi minuman berkelas di hotel dan restoran bertaraf internasinal yang bertebaran di daerah pariwisata Bali. Minuman khas yang diproduksi dari salak Bali tersebut, diproduksi menggunakan mesin yang didatangkan dari Australia dan ditambah lagi pada tahun anggaran 2010,
Adanya mesin pengolahan yang jumlahnya memadai, masyarakat yakin akan mampu menyediakan skala minuman berkelas dengan produksi konstan dan cara itu akan mampu memenuhi permintaan konsumen, terutama turis asing yang berlibur di Bali.
Adanya pengolahan salak menjadi minuman akan mampu menjaga harga hasil perkebunan rakyat itu menjadi stabil, yakni sekitar Rp5.000/kg tidak seperti saat petani panen raya harga salak hanya Rp500/kg

DAFTAR PUSTAKA
http://beritadaerah.com/berita/bali/10295
http://e-kuta.com/blog/budaya-bali/tradisi-metuakan-di-karangasem.htm http://bisnisbali.com/2010/06/26/news/profil/x.html                                         http://www.jalan-jalan-bali.com/2009/06/nasi-sela-karangasem.html