Kamis, 23 April 2015

Desa Penglipuran Bangli







Bali tidak hanya memiliki pantai yang indah dan untuk anda kunjungi, karena Bali masih mempunyai beragam tempat wisata yang siap memanjakan mata anda. Apabila anda berlibur ke Bali, tidak ada salahnya anda berkunjung ke Desa Penglipuran Bangli. 

Penglipuran adalah sebuah desa yang menjadi ikon desa wisata di Bali, Desa wisata ini memang menjadi tujuan favorit wisatawan domestik maupun asing. Penglipuran berlokasi di Kelurahan Kubu,Kecamatan Bangli,Kabupaten Bangli,Bali dan berjarak 45km dari Denpasar. Hanya dengan membayar Rp.7500 bagi WNI dan Rp.50.000 bagi WNA, anda sudah bisa memanjakan mata anda dengan pesona desa Penglipuran.
Memasuki wilayah Penglipuran ada batas desa yang disebut Catus Pata, disini terdapat ruang terbuka seperti pertamanan, balai Desa yang menyambut kedatangan anda. Memasuki gapura suasana asri akan terlihat, kiri-kanan jalan ditanami rumput dan bunga, Jejeran rumah berpetak-petak, dan saling berhadapan di antara ruas jalan, dengan luas yang sama berbaris rapi, antara rumah yang satu dengan rumah yang lainnya terhubung dengan sebuah pintu untuk bisa saling akses, tidak ada kekhawatiran adanya kehilangan, angkul-angkul / pintu masuk yang sama persis di buat agak sempit agar sepeda motor tidak bisa masuk, kendaraan tidak ada yang lalu lalang di areal rumah tradisional ini.

Di desa inilah  rumah tradisional Bali asli yang bisa ditemukan, tertata dan terpelihara dengan sangat baik sampai sekarang ini. Ditengah modernisasi laju ilmu dan tekhnologi yang begitu pesat warga di Penglipuran masih bisa menjaga tatanan warisan budaya dari leluhur mereka. Rumah-rumah mereka dibuat persis sama antara satu dengan yang lainnya, bahan yang sama, seperti tembok,  atau penyengker dari tanah dan juga atap dari bambu. Bambu di sini tumbuh subur dan dijaga untuk kepentingan pembuatan rumah, untuk upacara kematian.
Pemberian nama penglipuran memang sangat tepat, karena kata penglipuran berarti penghibur, yang cocok sebagai tempat relaksasi dan beristirahat. Menurut cerita zaman dahulu, raja-raja sengaja datang ke Penglipuran untuk beristirahat karena suasananya tenang dan damai. Nama Penglipuran juga berasal dari kata Pengeling Pura yang berarti tempat suci untuk mengingat leluhur.
Mata pencaharian penduduk setempat adalah bertani, di pagi hari mereka beraktifitas di lahan pertanian dan di sore hari mereka duduk di depan rumah berinteraksi dengan penduduk lainnya.

Tradisi Pemakaman Unik Desa Trunyan







Desa Trunyan adalah salah satu aset wisata dari Kabupaten Bangli,Bali. Desa ini memiliki tradisi pemakaman yang sangat unik dan sudah sangat terkenal yang menjadi daya tarik wisatawan lokal maupun mancanegara . Trunyan adalah salah satu desa yang terletak di pinggir Danau Batur, Kecamatan Kintamani,Bangli, Bali. Desa Trunyan memiliki tradisi unik yang dilakukan masyarakat sejak dahulu hingga sekarang, yaitu Desa Adat Trunyan memiliki aturan mengenai tatacara penguburan mayat bagi warganya. Di desa ini dibedakan menjadi tiga jenis kuburan bagi tiga jenis kematian.

Apabila seorang warga Trunyan meninggal secara wajar maka mayatnya akan di tutupi kain putih,diupacarai, kemudian mayatnya diletakkan tanpa dikubur di bawah pohon besar bernama pohon Taru Menyan dan betempat yang bernama Sema Wayah dan mayat akan diantar menuju Sema Wayah menggunakan boat. Namun, apabila penyebab kematiannya tidak wajar misalnya karena kecelakaan,bunuh diri, atau dibunuh orang, mayatnya akan diletakkan di lokasi yang bernama Sema Bantas. Sedangkan untuk mengubur bayi dan anak kecil atau warga yan sudah dewasa tapi belum menikah mayatnya akan diletakkan di lokasi yang bernama Sema Muda.
Di Bali mayat biasanya dibakar atau dikubur, dan perbedaan inilah yang membuat tradisi desa Trunyan sangat unik karena jenazah diletakkan hingga membusuk tetapi tidak . Posisi jenazah berjejer bersanding dengan jenazah lainnya, jenazah tersebut masih lengkap dengan kain yang sebagai pelindung tubuh sewaktu prosesi dan hanya tampah wajahnya dari celah-celah bambu atau yang disebut dengan Ancak Saji. Ancak saji adalah anyaman bambu berbentuk segitiga sama kaki yang berfungsi untuk melindungi jenazah dari binatang buas.
Untuk berkunjung ke Desa Trunyan penyunjung bisa melalui jalur darat dengan waktu 45 menit dari penelokan, atau pengunjung juga bisa melalui akses dermaga di Kedisan dengan menggunakan boat yang telah disiapkan. Untuk menjangkau kuburan Trunyan atau Sema Wayah, pengunjung dapat melalui dua cara, yakni lewat Pelabuhan Kedisan dan lewat Desa Trunyan.
Apabila lewat Desa Trunyan, pengunjung hanya menjangkau sekitar 15 menit perjalanan boat menyusuri pinggir Danau Batur. Jika lewat dermaga, pengunjung bisa menempuh perjalanan boat sekitar 45 menit menyeberangi Danau Batur. Pengunjung dapat menyiapkan uang Rp 500.000 pulang-pergi sekali carter, biasanya sudah satu paket dengan jasa pemandu. Perahu sampan juga tersedia, cocok buat wisatawan yang berpasangan.
Berkunjung ke Trunyan bisa dijadikan satu paket tur ketika Anda sedang berkunjung ke Kintamani dan Danau Batur. Dari setiap sudut mana pun, Gunung Batur akan  menyajikan daya pesonanya yang menyimpan tradisi unik. Kesibukan masyarakat mencari ikan dan mengurus keramba ikan adalah pekerjaan sehari-hari penduduk lokal di sana.