artikel ini saya buat untuk kepentingan majalah Kementerian Kebudayaan BEM PM UNUD 2015 dan melalui wawancara langsung bersama Bendesa Adat Sesetan
Sumber
Gambar : http://www.google.com
Omed-omedan
merupakan treadisi turun-temurun yang dimiliki oleh warga Banjar Kaja, Desa
Adat Sesetan, Denpasar. Tradisi ini sangat sederhana dan dilaksanakan setiap
tahunnya sehari setelah hari raya nyepi, dan tradisi ini tergolong sakral
karena memiliki keterkaitan secara niskala dengan Ida Sesuhunan yang ada di
Banjar Kaja Desa Adat Sesetan tersebut sehingga pada pelaksanaannya juga ada
pembatasan.
Tradisi ini
memiliki berbagai makna yaitu sebagai Penghormatan terhadap leluhur, Memupuk rasa
kesetiakawanan dalam kerangka saling asah, asih dan asuh, Menjaga keharmonisan
hubungan sesuai dengan norma yang berlaku, Membangun solidaritas dan persatuan
masyarakat dalam situasi suka duka, dan
sebagai unsur hiburan.
Bendesa Adat Sesetan, I Ketut Suparjaya menjelaskan bahwa
Omed-omedan sendiri memiliki makna mekedeng-kedengan atau tarik-menarik yang
merupakan wujud kebahagiaan anak-anak muda yang memiliki nilai kebersamaan.
Omed-omedan dilaksanakan pada sore hari yang diawali
dengan ritual kecil seperti mempersembahkan banten pejati dan melakukan
persembahyangan bersama oleh peserta yang merupakan warga asli banjar kaja desa
adat sesetan, dimana tujuannya
adalah agar pelaksanaan berjalan dengan
lancar. Kemudian dilanjutkan dengan membariskan remaja putra disebelah utara
dan putri disebelah selatan. Setelah semua bersiap barulah dimulai
meomed-omedan tersebut dari peserta yang
dibarisan paling depan, kemudian diakhiri dengan penyiraman air pada peserta. Tujuan disiram dengan air adalah
untuk menurunkan ego yang berlebihan dari peserta tersebut saat pelaksanaan.
I Ketut
Suparjaya menjelaskan lagi bahwa, “Masyarakat luas mengetahui omed-omedan
merupakan tradisi berciuman masal, hal tersebut tidaklah benar karena pada
dasarnya omed-omedan hanyalah tarik-menarik antara remaja putra dan putrid,
memang biasanya dibarengi dengan berpelukan hal itu masih dalam batasan wajar
karena merupakan wujud kebersamaan. Kalaupun ada yang sampai berciuman hal itu
juga tidak dipermasalahkan karena pelaksananya sendiri bukanlah orang
sembarangan melainkan memang merupakan pasangan, hal itu lah yang menjadi bumbu
dari pelaksanaan tradisi ini”.
Hal inilah
yang tidak diketahui oleh banyak orang sehingga menimbulkan banyak komentar yang
negatif dan juga persepsi yang salah
terhadap pelaksanaan tradisi omed-omedan ini.
Suatu
ketika tradisi ini pernah ditiadakan beberapa kali karena tidak ada anak muda
yang berkeinginan untuk turut serta
dalam pelaksanaannya dengan alasan malu, hal itu menyebabkan terjadi bencana di
desa itu. Setelah ditelusuri lebih dalam ternyata sesuhunan yang ada di banjar
kaja desa adat sesetan menginginkan agar tradisi omed-omedan tetap dilaksanakan
tiap tahun.
Sehingga
sampai saat ini Omed-Omedan tetap terlaksana dan bahkan menjadi Ikon Kota
Denpasar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
apabila anda mengutip ataupun menjadikan tulisan saya sebagai referensi mohon mencantumkan sumber dan nama pengarang. terimakasih telah berkunjung