PENDIDIKAN YANG BENER ITU GIMANA?
Berbicara masalah pendidikan pastinya ruang lingkup yang
terlintas di benak kita adalah sekolah, kenapa? Ya karena di sekolah kita dapat
mengemban ilmu menjadi orang yang berpendidikan. Lalu apakah output dari
pendidikan formal akan menjamin akan melahirkan insan muda yang unggul
berkualitas dan berkarakter? Bisa jadi...
lalu apa
sebenarnya masalah pendidikan kita sehingga banyak adanya hal yang tidak
diharapkan sesuai ekspektasi? Misalnya saja mengenai mental, kenapa ada anak
yang tidak berani bersuara, kalah saing dengan luar negeri, tidak sehebat orang
luar negeri, kenapa banyak orang korupsi, tidak jujur, dan banyak hal lainnya
yang mencerminkan karakter bangsa yang sudah mulai menurun.
Ditelisik
dari proses belajar, bahwa sanya pendidikan tidak hanya tentang bangku sekolah
tetapi juga pendidikan yang utama adalah dari keluarga yang merupakan sekolah
pertama bagi anak. Masalah yang saya ketahui dalam pendidikan keluarga adalah
kurangnya kesadaran dan penghargaan. Masalah ini tidak hanya ada di keluarga
tetapi juga di sekolah, dan hal inilah menjadi permasalahan utama pendidikan
indonesia yaitu “cara” yang keliru.
Belajar
dari cerita orang lain yaitu sebuah cerita nyata dari dosen UGM yang waktu itu
memberikan kuliah umum di kampus saya, beliau bercerita bagaimana kehidupannya
di australi dahulu bersama keluarganya mengenai pendidikan anaknya. Pertama
tentang “menghargai”, jadi disekolah anaknya diterapkan sistem rewards bagi
setiap siswa satu minggu sekali. Guru kelas harus mengamati siswanya dalam satu
minggu, mengamati apa saja yangt dilakukan siswanya yang merupakan sebuah
prestasi sehingga bisa diberikan sebuah penghargaan. Pernghargaannya pun hanya
berupa kertas bertuliskan tentang apa penghargaannya, misalnya apabila dalam
satu minggu itu siswa A mendapat nilai matematika paling tinggi maka diberikan
penghargaan tersebut, apabila ada siswa menggambar dengan memperoleh nilai
tinggi maka diberikan kertas penghargaan. Nah hal menarik dari cerita dosen ini
adalah ketika anak beliau belum memperoleh hal yang bisa memperoleh
penghargaan, maka guru kelasnya mengikuti setiap hal yang ia lakukan selama
disekolah untuk melihat hal apa yang bisa diberikan penghargaan dari anak itu.
Fakta
lain yang harus kita ketahui dari pendidikan luar negeri adalah “waras” dan
“wajar” maksudnya dalam hal ini adalah ketika seorang siswa melakukan kesalahan
di sekolah tentu akan mendapat hukuman sama halnya dengan di Indonesia, lalu
apa yang membedakan? Anda simpulkan sendiri jawabannya. Saat itu anak bapak
dosen ini (maaf saya lupa nama beliau) lupa membawa topi ke sekolah, tentu saja
anak itu mendapat hukuman yaitu tidak boleh keluar kelas karena cuacanya panas untuk melakukan aktivitas di lapangan.
Sehingga anak itu hanya boleh bermain atau berkativitas di dalam ruangan, maka
anak itu pergi ke perpustakaan sekolah. Di perpustakaan anak itu membantu
petugas perpustakaan merapikan buku.
Ingatkah
kalian tentang hukuman apa yang kalian atau teman kalian dapatkan di sekolah?
Semacam hukuman berdiri di lapangan ketika tidak membawa topi saat upacara kah?
Atau berdiri dengan satu kaki dan menjewer telinga di depan kelas kah??
Selanjutnya
guru kelas mengetahui apa yang dilakukan anak itu sehingga guru kelas sudah
mendapatkan point apa penghargaan yang bisa diberikan kepadanya, yaitu reward
bahwa ia telah membantu merapikan buku perpustakaan. Dan di sana siswa
akan mendapatkan raport harian yang akan di setor ke orang tua siswa, jadi anak
bapak dosen ini sudah mendapatkan penghargaan dari guru kelas yaitu karena
melakukan hal mulia.
Saya
mendapat cerita baru lagi dari kak Billy Boen seorang pengusaha muda sukses,
saat itu saya berkesempatan bertemu di salah satu warung makan di renon bersama
dengan Menteri Koperasi. Kak Billy bercerita mengenai pendidikan, jadi perlu
kita ketahui bahwa anak TK di Jepang pelajarannya tidak hanya belajar di kelas
seperti biasa kita di Indonesia, tetapi anak TK di jepang ia akan diajak ke
terminal kereta untuk belajar mengantri tiket. Dari hal kecil itu menurut saya
kita dapat menanamkan pendidikan karakter pada anak, yaitu tentang tertib jujur
dan sabar.
Dan hal
seru lainnya dari cerita kak Billy yaitu beliau menyekolahkan anaknya di
Jakarta di sekolah Internasional yang sistemnya berbeda dengan biasanya di Indonesia.
Jadi akan ada kelas dimana orang tua menyaksikan anaknya berproses di sekolah.
Ada cerita dari sekolah negeri ketika guru memberikan pertanyaan “hewam apa
yang terbang” dan seorang siswa menjawab capung disalahkan karena jawabannya
adalah burung. Ternyata memang kurang waras ya cara pendidikan Indonesia
(sebagian besar), dan ketika kak Billy melihat anaknya sekolah di sekolah
internasional saat itu sedang kelas mewarnai. Anak kak billi
mewarnai daun dengan warna kuning, saat dilihat oleh gurunya ia mengatakan “wow
Good Job!!” dengan nada bersemangat like a champion gitu lah, dan coba kita
pikirkan apabila di sekolah biasa terjadi hal seperti itu, bisa saja disalahkan
kan? Ya apa salahnya daun warnanya kuning atau orange, gurunya aja ga pernah ke
luar negeri. Seperti itulah cerita seru dari kak Billy.
Nah bercerita lagi tentang pendidikan luar negeri, karena
kak Billy sendiri kuliah di luar negeri. Jadi di luar negeri sangat menanamkan
rasa menghargai, kalau kuliah tidak ada dosen yang menyalahkan mahasiswa.
Ketika dosen memberikan pertanyaan dan dijawab oleh mahasiswa, apabila
jawbannya salah dosen tidak akan mengatakan “salah” kepadanya di depan teman
temannya karena itu adalah hal yang sangat memalukan, dan mungkin saja
mahasiswa itu tidak akan berani menjawab lagi. Nah.. cara interaksi dosen itu
adalah dengan berkata “wah.. menarik sekali jawaban anada, coba jelaskan”...
dan barulah mulai menjelaskan jawaban yang benar. Hal ini sangat berkaitan
dengan fakta yang saya ketahui, jika mahasiswa se-Indonesia di kumpulkan
mahasiswa yang dari bali terkenal tidak berani angkat tangan (tidak semua ya).
Jadi menurut saya hal-hal kecil seperti “rasa menghargai” itu sangat penting
bagi mental seseorang, tentunya penyebabnya adalah masa kecil di keluarga atau pendidikan
tingkat awal.
Mungkin banyak keluarga yang mendidik anaknya dengan keras di
rumah, hal itu perlu bagi saya. Tetapi yang perlu ditekankan disini adalah
“cara” kita saat anak sedang belajar, tentunya banyak orang tua yang marah saat
nilai anaknya kecil, memarahi anaknya karena bodoh. Sebenarnya hal itu salah
besar, kita tidak bisa menuntut anak untuk pintar disegala bidang, karena
kemampuan dan bakat orang itu berbeda-beda. Tetapi cobalah mensupport kelebihan anak itu sendiri, sekalipun hanya satu bidang maka supportlah terus
di bidang itu karena bisa saja membesarkannya kelak di kemudian hari.
Saya sebagai
penulis pengalaman kecil saya dalam belajar tidaklah suram, saya memang di
didik keras dalam belajar. Tetapi saya tidak
pernah dituntut agar nilai matematika saya mendapat nilai 10 ataupun
yang lainnya, semakin saya dewasa semakin banyak saya bisa belajar kehidupan
dari orang lain, dan saya harap bisa menginspirasi siapa saja demi masa depan
karakter bangsa ini menjadi lebih baik karena karakter kaum muda bangsa ini
adalah pondasi bangsa yang kuat di masa depan.
Pesan saya bagi
ayah dan ibu di luar sana yang memiliki anak kecil, didiklah anak kalian dengan
baik cerdas dan waras, jangan pernah memarahi mereka karena belum bisa, tetapi
beri support pujian dan penghargaan maka perlahan ia akan bisa karena ia
optimis dan percaya diri, kalau bahasa kerennya sih “jangan buat dia ngedown”.
Saya mendidik adik saya dari kecil agar tidak menjadi anak manja yang ngelunjak
dengan orang tua, menghormati yang lebih tua. Dari ia kecil saya mengajarkan
tanggung jawab, kalau makan cuci piring sendiri. Saat itu adik saya masih
kecil, saya ajarkan dia mencuci piring (tentunya saya bantu, gak kejam kejam
amat). Dan satu hal yang saya tidak setuju dari tradisi masyarakat adalah “yang
lebih tua ngalah sama adiknya yang lebih kecil” menurut saya hal itu bisa
menyebabkan anak membangkang, seenaknya dengan orang yang lebih tua, melawan, sombong, dan sebagainya. Karena saya
melihat di lingkungan saya, ketika seorang anak kecil meminta apapun pasti di
turuti oleh orang tuanya apabila tidak dituruti anak itu bisa saja ngambek,
mengamuk, atau mengancam hal yang tidak baik. Saya kesal melihat hal itu,
betapa songongnya nanti jadinya anak itu, bagaimana jika ia minta dibelikan
helicopter? Betapa menyiksa orang tua anak itu jadinya? Saya bersyukur, adik
kecil saya tidak pernah seperti itu. Bersyukur ia tidak
pernah berani melawan nasehat orang yang lebih tua.
Sedikit cerita saya ini hanya sekedar sharing
tentang hal yang selama ini ada di benak saya, saya hanya berharap dengan
tulisan saya ini bisa mengispirasi pembaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
apabila anda mengutip ataupun menjadikan tulisan saya sebagai referensi mohon mencantumkan sumber dan nama pengarang. terimakasih telah berkunjung