Jumat, 17 Juni 2016

Pendidikan?



PENDIDIKAN YANG BENER ITU GIMANA?

Berbicara masalah pendidikan pastinya ruang lingkup yang terlintas di benak kita adalah sekolah, kenapa? Ya karena di sekolah kita dapat mengemban ilmu menjadi orang yang berpendidikan. Lalu apakah output dari pendidikan formal akan menjamin akan melahirkan insan muda yang unggul berkualitas dan berkarakter? Bisa jadi...
            lalu apa sebenarnya masalah pendidikan kita sehingga banyak adanya hal yang tidak diharapkan sesuai ekspektasi? Misalnya saja mengenai mental, kenapa ada anak yang tidak berani bersuara, kalah saing dengan luar negeri, tidak sehebat orang luar negeri, kenapa banyak orang korupsi, tidak jujur, dan banyak hal lainnya yang mencerminkan karakter bangsa yang sudah mulai menurun.
            Ditelisik dari proses belajar, bahwa sanya pendidikan tidak hanya tentang bangku sekolah tetapi juga pendidikan yang utama adalah dari keluarga yang merupakan sekolah pertama bagi anak. Masalah yang saya ketahui dalam pendidikan keluarga adalah kurangnya kesadaran dan penghargaan. Masalah ini tidak hanya ada di keluarga tetapi juga di sekolah, dan hal inilah menjadi permasalahan utama pendidikan indonesia yaitu “cara” yang keliru.
            Belajar dari cerita orang lain yaitu sebuah cerita nyata dari dosen UGM yang waktu itu memberikan kuliah umum di kampus saya, beliau bercerita bagaimana kehidupannya di australi dahulu bersama keluarganya mengenai pendidikan anaknya. Pertama tentang “menghargai”, jadi disekolah anaknya diterapkan sistem rewards bagi setiap siswa satu minggu sekali. Guru kelas harus mengamati siswanya dalam satu minggu, mengamati apa saja yangt dilakukan siswanya yang merupakan sebuah prestasi sehingga bisa diberikan sebuah penghargaan. Pernghargaannya pun hanya berupa kertas bertuliskan tentang apa penghargaannya, misalnya apabila dalam satu minggu itu siswa A mendapat nilai matematika paling tinggi maka diberikan penghargaan tersebut, apabila ada siswa menggambar dengan memperoleh nilai tinggi maka diberikan kertas penghargaan. Nah hal menarik dari cerita dosen ini adalah ketika anak beliau belum memperoleh hal yang bisa memperoleh penghargaan, maka guru kelasnya mengikuti setiap hal yang ia lakukan selama disekolah untuk melihat hal apa yang bisa diberikan penghargaan dari anak itu.
            Fakta lain yang harus kita ketahui dari pendidikan luar negeri adalah “waras” dan “wajar” maksudnya dalam hal ini adalah ketika seorang siswa melakukan kesalahan di sekolah tentu akan mendapat hukuman sama halnya dengan di Indonesia, lalu apa yang membedakan? Anda simpulkan sendiri jawabannya. Saat itu anak bapak dosen ini (maaf saya lupa nama beliau) lupa membawa topi ke sekolah, tentu saja anak itu mendapat hukuman yaitu tidak boleh keluar kelas karena cuacanya  panas untuk melakukan aktivitas di lapangan. Sehingga anak itu hanya boleh bermain atau berkativitas di dalam ruangan, maka anak itu pergi ke perpustakaan sekolah. Di perpustakaan anak itu membantu petugas perpustakaan merapikan buku.
            Ingatkah kalian tentang hukuman apa yang kalian atau teman kalian dapatkan di sekolah? Semacam hukuman berdiri di lapangan ketika tidak membawa topi saat upacara kah? Atau berdiri dengan satu kaki dan menjewer telinga di depan kelas kah??
            Selanjutnya guru kelas mengetahui apa yang dilakukan anak itu sehingga guru kelas sudah mendapatkan point apa penghargaan yang bisa diberikan kepadanya, yaitu reward bahwa ia telah membantu merapikan buku perpustakaan. Dan di sana siswa akan mendapatkan raport harian yang akan di setor ke orang tua siswa, jadi anak bapak dosen ini sudah mendapatkan penghargaan dari guru kelas yaitu karena melakukan hal mulia.
            Saya mendapat cerita baru lagi dari kak Billy Boen seorang pengusaha muda sukses, saat itu saya berkesempatan bertemu di salah satu warung makan di renon bersama dengan Menteri Koperasi. Kak Billy bercerita mengenai pendidikan, jadi perlu kita ketahui bahwa anak TK di Jepang pelajarannya tidak hanya belajar di kelas seperti biasa kita di Indonesia, tetapi anak TK di jepang ia akan diajak ke terminal kereta  untuk belajar mengantri tiket. Dari hal kecil itu menurut saya kita dapat menanamkan pendidikan karakter pada anak, yaitu tentang tertib jujur dan sabar.
            Dan hal seru lainnya dari cerita kak Billy yaitu beliau menyekolahkan anaknya di Jakarta di sekolah Internasional yang sistemnya berbeda dengan biasanya di Indonesia. Jadi akan ada kelas dimana orang tua menyaksikan anaknya berproses di sekolah. Ada cerita dari sekolah negeri ketika guru memberikan pertanyaan “hewam apa yang terbang” dan seorang siswa menjawab capung disalahkan karena jawabannya adalah burung. Ternyata memang kurang waras ya cara pendidikan Indonesia (sebagian besar), dan ketika kak Billy melihat anaknya sekolah di sekolah internasional saat itu sedang kelas mewarnai. Anak kak billi mewarnai daun dengan warna kuning, saat dilihat oleh gurunya ia mengatakan “wow Good Job!!” dengan nada bersemangat like a champion gitu lah, dan coba kita pikirkan apabila di sekolah biasa terjadi hal seperti itu, bisa saja disalahkan kan? Ya apa salahnya daun warnanya kuning atau orange, gurunya aja ga pernah ke luar negeri. Seperti itulah cerita seru dari kak Billy.        
            Nah bercerita lagi tentang pendidikan luar negeri, karena kak Billy sendiri kuliah di luar negeri. Jadi di luar negeri sangat menanamkan rasa menghargai, kalau kuliah tidak ada dosen yang menyalahkan mahasiswa. Ketika dosen memberikan pertanyaan dan dijawab oleh mahasiswa, apabila jawbannya salah dosen tidak akan mengatakan “salah” kepadanya di depan teman temannya karena itu adalah hal yang sangat memalukan, dan mungkin saja mahasiswa itu tidak akan berani menjawab lagi. Nah.. cara interaksi dosen itu adalah dengan berkata “wah.. menarik sekali jawaban anada, coba jelaskan”... dan barulah mulai menjelaskan jawaban yang benar. Hal ini sangat berkaitan dengan fakta yang saya ketahui, jika mahasiswa se-Indonesia di kumpulkan mahasiswa yang dari bali terkenal tidak berani angkat tangan (tidak semua ya). Jadi menurut saya hal-hal kecil seperti “rasa menghargai” itu sangat penting bagi mental seseorang, tentunya penyebabnya adalah masa kecil di keluarga atau pendidikan tingkat awal.
Mungkin banyak  keluarga yang mendidik anaknya dengan keras di rumah, hal itu perlu bagi saya. Tetapi yang perlu ditekankan disini adalah “cara” kita saat anak sedang belajar, tentunya banyak orang tua yang marah saat nilai anaknya kecil, memarahi anaknya karena bodoh. Sebenarnya hal itu salah besar, kita tidak bisa menuntut anak untuk pintar disegala bidang, karena kemampuan dan bakat orang itu berbeda-beda. Tetapi cobalah mensupport kelebihan anak itu sendiri, sekalipun hanya satu bidang maka supportlah terus di bidang itu karena bisa saja membesarkannya kelak di kemudian hari.
Saya sebagai penulis pengalaman kecil saya dalam belajar tidaklah suram, saya memang di didik keras dalam belajar. Tetapi saya tidak  pernah dituntut agar nilai matematika saya mendapat nilai 10 ataupun yang lainnya, semakin saya dewasa semakin banyak saya bisa belajar kehidupan dari orang lain, dan saya harap bisa menginspirasi siapa saja demi masa depan karakter bangsa ini menjadi lebih baik karena karakter kaum muda bangsa ini adalah pondasi bangsa yang kuat di masa depan.
Pesan saya bagi ayah dan ibu di luar sana yang memiliki anak kecil, didiklah anak kalian dengan baik cerdas dan waras, jangan pernah memarahi mereka karena belum bisa, tetapi beri support pujian dan penghargaan maka perlahan ia akan bisa karena ia optimis dan percaya diri, kalau bahasa kerennya sih “jangan buat dia ngedown”. Saya mendidik adik saya dari kecil agar tidak menjadi anak manja yang ngelunjak dengan orang tua, menghormati yang lebih tua. Dari ia kecil saya mengajarkan tanggung jawab, kalau makan cuci piring sendiri. Saat itu adik saya masih kecil, saya ajarkan dia mencuci piring (tentunya saya bantu, gak kejam kejam amat). Dan satu hal yang saya tidak setuju dari tradisi masyarakat adalah “yang lebih tua ngalah sama adiknya yang lebih kecil” menurut saya hal itu bisa menyebabkan anak membangkang, seenaknya dengan orang yang lebih tua,  melawan, sombong, dan sebagainya. Karena saya melihat di lingkungan saya, ketika seorang anak kecil meminta apapun pasti di turuti oleh orang tuanya apabila tidak dituruti anak itu bisa saja ngambek, mengamuk, atau mengancam hal yang tidak baik. Saya kesal melihat hal itu, betapa songongnya nanti jadinya anak itu, bagaimana jika ia minta dibelikan helicopter? Betapa menyiksa orang tua anak itu jadinya? Saya bersyukur, adik kecil saya tidak pernah seperti itu. Bersyukur ia tidak pernah berani melawan nasehat orang yang lebih tua.
Sedikit cerita saya ini hanya sekedar sharing tentang hal yang selama ini ada di benak saya, saya hanya berharap dengan tulisan saya ini bisa mengispirasi pembaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

apabila anda mengutip ataupun menjadikan tulisan saya sebagai referensi mohon mencantumkan sumber dan nama pengarang. terimakasih telah berkunjung